Tahun 2018, Era Emas bagi Perpajakan Indonesia

Total
0
Shares

Pendapatan pajak yang dipungut dari luar negeri sangatlah rendah dibandingkan jumlah yang dipungut dari dalam negeri sendiri. Hal ini menggugah Indonesia untuk menerapkan sistem pertukaran informasi otomatis yang merupakan suatu upaya guna melacak potensi pendapatan pajak di luar negeri.

Para pembicara seminar, diantara audiens yang memadati auditorium

Adanya isu tersebut, menginisiasi Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS untuk menyelenggarakan Seminar Nasional ACTIVE 2018 bertajuk Keterbukaan Informasi Pasca Tax Amnesty, Sabtu 3 November 2018 di Auditorium UNS.

Kegiatan yang dibuka oleh Lukman Hakim, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FEB UNS diharapkan mampu memunculkan pemikiran kritis dan strategi mahasiswa sebagai elemen kampus maupun elemen masyarakat yang dapat membantu Indonesia dalam mensukseskan upaya peningkatan pendapatan negara dari sektor perpajakan.

Kegiatan dihadiri oleh mahasiswa dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi se Indonesia menghadirkan narasumber John L. Hutagaol, Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak; Rida Handanu dari Direktorat Jenderal Pajak; Darussalam, konsultan perpajakan internasional dan Sri Suranta, Akademisi dari FEB UNS.

John L. Hutagaol, Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak paparkan era emas perpajakan Indonesia

John di awal presentasinya menyampaikan bahwa pajak sangat penting untuk membangun bangsa dan negara Indonesia. Hasil pajak dikembalikan ke rakyat untuk kemaslahatan rakyat dalam bentuk layanan dan keamanan.
Tahun ini, kita memasuki era yang luar biasa, era globalisasi ekonomi dan tahun ini juga menjadi era emas bagi perpajakan.

“Tax amnesty yang berlangsung pada tahun 2016 hingga 2017 berdampak sangat luar biasa. Dari 4881 trilyun aset yang tidak terlaporkan, akhirnya wajib pajak dengan dimediasi secara sukarela melaporkan, 1/3 pengungkapan dari luar negeri dan 2/3 nya dari dalam negeri” jelasnya.

John juga mengungkapkan bahwa pelaksanaan tax amnesty di Indonesia adalah yang terbaik di dunia jika dilihat dari hasil yang dicapai. Penerimaan perpajakan naik Rp 8,7 T dari RAPBN 2018 (PPN Rp 6,5 T dan PPh Migas Rp 2,2 T).

Beberapa langkah ditempuh, diantaranya perbaikan iklim investasi dunia usaha, termasuk pemberian insentif dan mengoptimalkan potensi ekonomi dan langkah reformasi perpajakan secara menyeluruh.

Reformasi perpajakan yang dilaksanakan diantaranya: automatic exchange of Information (AEOI), Insentif perpajakan, peningkatan pelayanan dan efektiftas organisasi, up to date dan terintegrasi antara lain melalui e-filling, e-form dan e-faktur, membangun kesadaran pajak antara lain melalui e-service, mobile tax unti, KKP Mikro dan outbond call .

Untuk mengatasi problema perpajakan internasional, salah satu caranya adalah dengan melakukan kerjasama internasional. Indonesia termasuk ke dalam 149 negara yang ikut komitmen bersama untuk menerapkan pertukaran informasi secara otomatis.

#Tetri – Humas FEB

Leave a Reply

Your email address will not be published.

You May Also Like