Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan tapi berimbas pada sektor ekonomi dan akibat yang paling banyak dirasakan adalah menurunnya kegiatan ekonomi sehingga banyak orang kehilangan pekerjaan. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak bisa dihindarkan terutama pada pusat-pusat industri.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah telah meluncurkan program kartu prakerja yang sebenarnya sudah disiapkan jauh hari sebelum munculnya wabah. Kartu prakerja yang digulirkan pemerintah diharapkan dapat mengatasi persoalaan pengangguran yang belakangan ini semakin meningkat.
Menyikapi kondisi ini, di Bincang Pagi RRI Surakarta, Kamis 14 Mei 2020, Pakar Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB UNS) Dr. Izza Mafruhah, SE, M.Si. mengatakan bahwa kartu prakerja ini telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) no 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Kartu Prakerja yang tujuannya untuk mengembangkan kompetensi angkatan kerja dan meningkatkan produktifitas dan daya saing angkatan kerja.
Menurut Dr. Izza, efektivitas program kartu prakerja bisa diukur dari tiga tahapan program kartu prakerja yaitu pada pra pelaksanaan, pelaksanaan dan output atau hasilnya.
Pada saat pra pelaksanaan program, perlu diperhatikan bagaimana proses seleksi penerima kartu pra kerja. Banyak masyarakat yang berharap untuk bisa lolos dalam program ini. Perlu diperhatikan pula indikator penilaian seleksi, harus juga ada pembedaan wilayah karena ada daerah-daerah yang sangat sulit untuk mengakses internet.
“Seleksi penerima kartu prakerja harus dicek ulang apakah sudah efektif atau belum karena mungkin saja yang ingin mendaftar banyak namun terhambat karena kesulitan jaringan atau belum paham teknologi dan jangan-jangan yang bisa daftar orang-orang tertentu. Kita sadar bahwa tidak semua masyarakat Indonesia melek teknologi” jelasnya.
Lebih lanjut disampaikan, pada tahap pelaksanaan, perlu dilihat kompetensi yang dibutuhkan apakah hardskil atau soft skill. Jika pelatihan yang sifatnya softskill seperti komunikasi, publik speaking, bahasa, pemasaran mungkin bisa dilatih secara online namun untuk perbengkelan, menjahit dan sejenisnya yang butuh keterampilan secara offline, maka dimasa ini tidak bisa diterapkan. Pada masa pandemi ini yang memang harus menggunakan online, pelatihan softskill harus didorong. Dan yang paling penting lagi adalah perlu melihat keunikan wilayah sesuai kondisi geograsi, apakah pertanian atau pabrikan.
Pelaksanaan pelatihan online kurang efektif karena tidak semua masyarakat bisa mengikuti, masih ada yang belum “melek” teknologi dan juga praktik yang sifatnya skill sangat sulit untuk dilakukan.
Sementara itu, untuk efektifitas output kartu prakerja akan bisa dilihat sekitar bulan Agustus, perlu beberapa hal untuk dikaji, indikatornya seperti apa, durasi mendapatkan pekerjaan setelah diberikan sertifikasi oleh penyedia jasa online, dan kesesuaian antara pelatihan yang diperoleh dengan pekerjaan yang dilakukan.
Di akhir perbincangan Dr. Izza menyampaikan harapannya kepada penerima kartu prakerja untuk bisa benar-benar memanfaatkan peluang yang diberikan. Dan pasca Covid-19, banyak hal yang bisa dilakukan oleh penerima kartu prakerja untuk meningkatkan kompetensi, bisa memanfaatkan potensi yang muncul karena akan ada perubahan yang sangat signifikan, akan membuka peluang yang bukan hanya bekerja tapi peluang berusaha.