Pancasila sebagai dasar negara harus benar-benar menjadi rujukan setiap insan Indonesia, tidak hanya hafal di luar kepala, namun Pancasila layak mendapat ruang di hati dan pikiran kita sehingga menjadi way of life.
Demikian, awal sambutan yang disampaikan Agustina Wilujeng, Anggota DPR RI dalam Kuliah Umum yang digelar di Ruang Sidang FEB, Sabtu, 7/10/2017 bertajuk Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, Ideologi Bangsa dan Negara serta Penguatan Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Kepemimpinan Nasional.
“Saya tidak akan pernah lelah menyapa, membangkitkan ingatan kita bahwa pancasila menjadi dasar dan tuntunan kita. Seperti halnya seorang pramugari yang selalu mengingatkan hal-hal yang berhubungan dengan keselamatan penumpang di pesawat, bukan berarti penumpang tidak tahu, tetapi betul-betul orang harus tahu, sadar di setiap menit, detik yang terkadang lupa, terlebih pada saat-saat genting. Pengamalan pancasila tidak mudah, sudah banyak anasir-anasir yang kurang baik yang masuk ke kepala kita sehingga perlu kesadaran kita bahwa Pancasila sebagai bintang penerang kita, harus selalu terus menerus diingatkan, ditanamkan agar kita mampu menerapkannya dalam kehidupan dan mampu meneruskannya kepada generasi berikutnya ” jelas Wilujeng
Kuliah umum diikuti oleh mahasiswa yang mengambil mata kuliah kepemimpinan dan merupakan kerjasama Riset Grup Kearifan Lokal FEB UNS dengan Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia (MPR RI).
Hasthabrata: Menggali Kepemimpinan Berkarakter Pancasila sebagai Nilai Luhur Budaya Pancasila”, menjadi tema kuliah umum yang disampaikan oleh Joko Suyono, tenaga pendidik FEB.
“Sebagian besar acuan matakuliah kepemimpinan kita bersumber dari barat tetapi sebenarnya kita sendiri punya ilmu yang secara karakter tidak sama, ilmu itu ada tetapi tidak dipermukaan, ada tetapi tidak terekspos” papar Joko Suyono mengawali presentasinya
Lebih lanjut dijelaskan Joko Suyono, bahwa orang “Jawa” punya keyakinan jangka panjang, optimis suatu saat nanti akan ada jaman kertayuga yaitu jaman keemasan, jaman kemakmuran, jaman kesejahteraan, tapi saat ini belum. Saat ini orang”Jawa” meyakini sedang pada jaman kalayuga yaitu jaman rusak. Kita ada dijaman “tida-tida”, keraguan, was-was, ketidakpastian. Kalau tidak punya pegangan hidup, kita akan “tida-tida”, akan goyang. Sebaik-baik orang adalah yang “eling lan waspada” (ingat dan waspada), salah satu caranya adalah dengan menggali kembali nilai-nilai kearifan lokal.
Kepemimpinan barat memiliki karakteristik ambisi, individual, rasionalitas, kekuatan dan kebebasan sedangkan kepemimpinan yang bersumber dari kearifan lokal memiliki karakteristik: kebajikan, harmoni, kebijaksanaan, kekeluargaan dan penghormatan kepada leluhur.