Kesenian sebagai bagian dari kebudayaan selalu bersifat dinamis. Demikian pula seni teater atau drama sebagai bagian dari skala besar kesenian juga mengalami kedinamisan melalui para pendukungnya. Teater atau drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Melihat teater atau drama, penonton seolah melihat kejadian dalam masyarakat. Kadang-kadang konflik yang disajikan dalam teater atau drama sama dengan konflik batin mereka sendiri. Teater atau drama adalah potret kehidupan manusia, potret suka duka, pahit manis, hitam putih kehidupan manusia. Yang merekam segala peristiwa-peristiwa di sekitar manusia untuk dilontarkan kembali dalam bentuk karya seni.
Dari hal tersebut di atas, Unit Kegiatan Mahasiswa Kelompok Kerja Teater Tradisional (UKM KKTT) Wiswakarman Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta pentaskan seni drama yaitu Ketoprak dengan lakon Kryan Angkrok di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah, Surakarta, Kamis (21/11/2019).
Kegiatan ini bertujuan sebagai ajang untuk mengasah potensi diri dalam bentuk kreativitas, kualitas dan inovasi karya cipta seni sekaligus ikut melestarikan budaya lokal khususnya kesenian tradisonal. Pentas ini merupakan agenda tahunan dari KKTT Wiswakarman sebagai hasil karya produksi dari UKM ini untuk memberikan hasil yang bermanfaat dan berguna kepada masyarakat selain sebagai hiburan rakyat.
Pentas ini dikemas dengan garapan ala mahasiswa yang mengutamakan wacana kritis secara intelektual, didapatkan jenis kesenian genre baru yang serba kontemporer. Pentas ini dihadiri kurang lebih 200an pengujung dari sekitaran Soloraya.
Kryan Angkrok bercerita tentang simpul dari gabungan antara mesin paramiliter licik dan politisi sipil yang cerdik-rakus (dari kalangan sudra/agrari yang merangkakkan nasib menjadi penguasa tunggal tanah Jawa). Mula-mula, didekatinya para intelektual dan kaum moralis (brahmana) untuk mendapatkan legitimasi bahwa usaha kudetanya legal. Karena betapa pun kekuasaan politik, selalu butuh legitimasi baik legitimasi agama maupun sejarah identitas. Dan Angrok mendapatkan itu semua.
Mengukuhkan diri sebagai penyelamat rakyat dari politik yang dijalankan oleh Orde Tunggul Ametung dan Kadhiri secara sewenang-wenang. Angrok tak harus memperlihatkan tangannya yang berlumur darah mengiringi kejatuhan Ametung di Bilik Agung Tumapel, karena politik tak selalu identik dengan perang terbuka. Politik adalah permainan catur di atas papan bidak yang butuh kejelian, pancingan, ketegaan melempar umpan-umpan untuk mendapatkan keuntungan besar. Tak ada kawan dan lawan. Yang ada hanya tujuan akhir: pemuncak kekuasaan itu sendiri; tahta di mana seluruh hasrat bisa diletupkan sejadi-jadi yang dimau.
Adi Wisnurutomo selaku sutradara dan penulis naksah yang diserap dari Serat Praraton ingin menyampaikan pesan agar kita semua belajar pada masa lalu dengan menangkap kondisi masyarakat sekarang yang menggunakan politik identitas, khususnya agama. Dimana akan menimbulkan keresahan. Bisa terjadi konflik horizontal pada akar rumput yang merugikan kita bersama.
“Bahwa kita harus logis dalam mengolah sesuatu. Pada serat Pararaton, cerita Ken Angrok ini terbalut dengan mistisme yang tinggi. Sedangkan sebagai mahasiswa seharusnya kita bisa menelaah lebih lanjut dengan logis dan akademis”, lanjutnya.
Sementara ketua panitia Muhammad Amarul Islam mengatakan, “Penting untuk meredefinisi dan mereaktualisasikan kembali kesenian tradisional, tanpa meninggalkan aspek kualitas yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman untuk menyampaikan pesan-pesan sosial kepada masyarakat luas secara kritis, sehingga tercipta sistem resistensi moral dan perilaku masyarakat yang berbudaya tinggi.”